BREAKING NEWS

Sabtu, 20 Mei 2017

Tekad Doktor Tunanetra Majukan Pendidikan Indonesia

JAKARTA - Menjadi guru sudah menjadi cita-cita Dr Didi Tarsidi sejak masih kecil. Bahkan, kehilangan penglihatan yang dialaminya ketika berusia lima tahun tidak menjadi penghalang untuk mewujudkan impiannya.
"Sejak kecil orangtua saya sudah menanamkan bahwa guru itu adalah pekerjaan yang penting, terhormat, dan itu tertanam pada diri saya," ucapnya dilansir dari video unggahan Sumber Daya Iptek Dikti Kemristekdikti, Jumat (12/5/2017).

Didi Tarsidi memperoleh gelar Doktor Pendidikan pada 2008 di Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung lewat Program Studi Bimbingan Konseling. Selama menjadi dosen, dia mengaku mengajar dengan menggunakan teknologi, seperti komputer dan LCD.
"Di dalam mengajar saya berusaha untuk mengajar sebaik mungkin yang dibantu oleh teknologi komputer sehingga saya bisa menggunakan LCD seperti dosen-dosen lainnya. Saya bisa mendapatkan materi ajar yang tepat yang bermakna bagi mahasiswa dan saya dapat mengakses materi itu dengan teknologi juga," paparnya.
Bagi pria kelahiran 1 Juni 1951 itu, pendidikan merupakan alat untuk membuat orang menjadi dewasa, mandiri, dan bertanggung jawab. Didi pun mengungkapkan bahwa peran dosen tak sebatas meluluskan mahasiswa, tetapi juga melakukan pengabdian kepada masyarakat.
"Dosen itu bagian dari masyarakat. Oleh sebab itu, harus berkontribusi terhadap pengembangan masyarakat. Ilmu itu akan berkembang ketika didukung oleh penelitian dan penelitian itu akan lebih bermakna ketika diabdikan kepada mahasiswa dan masyarakat," tuturnya.
Kiprah Didi dalam memajukan dunia pendidikan diwujudkan pada 2003, yakni ketika dia bersama empat dosen UPI lainnya dikirim ke Norwegia untuk studi banding implementasi pendidikan inklusif dan pelaksanaan Program Magister Pendidikan Kebutuhan Khusus di Universitas Oslo. Kunjungan itu menjadi cikal bakal pembukaan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Inklusi di SPs UPI.
Didi Tarsidi juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) pada 2004-2009 dan sebagai Vice President World Blind Union Asia-Pasific pada 2004-2008. Sementara jurnal dan makalah yang dihasilkan telah banyak dipublikasikan dan dipresentasikan di berbagai negara.
"Keberhasilan saya di dalam pengajaran itu terbukti dengan pengakuan dari UPI. Pada 2013 saya dinobatkan sebagai dosen berprestasi tingkat satu dan mendapat hadiah umrah pada 2014. Hal itu sangat membahagiakan bagi saya," tukasnya. (ira)
(sus)

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 PERTUNI

Powered by Themes24x7